Siapa pun kita, apapun latar belakang kita, setiap menghadapi suatu perjalanan, maka yang terlintas dalam benak adalah melakukan sebuah persiapan. Yah, karena faktor yang paling penting dari kesuksesan sebuah
perjalanan adalah persiapan. Terutama riset yang komprehensif tentang perjalanan itu sendiri. Bagaiman
lokasi dan akses menuju destinasi yang kita inginkan. Akankah mudah dilalui, atau banyak rintangan yang harus dihadapi. Bagaimana pula menghadapi kondisi tempat –yang belum pernah dirasakan-, terlebih jika perjalanan itu akan dilakoni seorang diri. Demikianlah semestinya kita menghadapi sebuah perjalanan, laiknya kita menghadapi sebuah perjalanan akhir dari episode hidup yang kita lakoni. Sebelum langkah menjadi perjalanan akhir kita, sejatinya persiapan menghadapi langkah yang kan tertapaki menjadi prioritas ‘riset’ tentang tempat yang menjadi pilihan kita. Karena the last journey manusia hanya ada dua macam, yakni husnul khatimah (akhir yang baik) atau su’ul khatimah (akhir yang buruk). Terserah kita akan memilih yang mana. Dua-duanya memiliki konsekwensi yang harus dilalui. Jika memilih yang pertama, maka persiapan menghadapi journey itu yang harus benar-benar ketat. Namun jika memilih yang kedua, tak perlu repot mempersiapkan perjalanan itu, karena konsekwensinya akan menimpa setelah journey itu berakhir.
Yang menjadi masalah adalah, kita semua tidak tahu kapan dan bagaimana ‘the last journey’ itu menghampiri kita. Bisa saja ia menghampiri disaat persiapan itu longgar dari pengamatan. Terlepas dari ikatan yang telah kita rancang sebelumnya, mungkin disaat kita khilaf justru akhir dari segalanya tiba. Ia tak pernah sedikit pun memberikan aba-aba ketika akan menghampiri, kalaupun ada bentuknya hanya ‘signal’ yang sulit diterka oleh manusia pada umumnya. Hanya ‘persiapan’ menghadapi the last journey itulah yang menjadi ‘key’ penenang jiwa.
Karenanya, bagi mereka yang sedang ‘bersiap’ menghadapi semua itu dijamin perjalanan akhirnya sesuai dengan ia niatkan. Seperti halnya, ketika seseorang melangkahkan kaki menuju surau untuk beribadah, lalu ‘the last journey’ menghadapnya sebelum tapak menginjak surau, maka betapa bahagianya perjalanan akhir yang ia lakoni.
Pun demikian bagi mereka yang menanti suatu perjalanan spritual menuju Arafah-Nya, segala yang ia hadapi menjadi jaminan suatu kesholehan hingga berada di tanah suci-Nya. Terlebih jika niatan itu tertanam untuk selalu menghindari dari segala nista yang menggoda gairah langkahnya. Berlabuh diatas lautan rasa menanti cinta Sang Maha Pencipta.
Before the last journey, kematian adalah hal yang pasti menghampiri. Siapapun dan apapun dia, tidak akan pernah bisa menghindarinya. Selain perbedaan cara berjumpa Izrail, maka perbedaan orang menghadapi akhir perjalanannya itu adalah cara pandang dalam mempersiapkan diri menghadapinya. Ada yang melihat akhir perjalanan itu sebagai gerbang menuju keabadian sehingga persiapannya begitu detail, ada juga yang menganggap akhir perjalanan itu sebagai peristiwa alam biasa. Wallahu ‘alam
0 comments:
Post a Comment